Pepatah bijak mengatakan “meraih
itu lebih mudah daripada menjaganya“. Kiranya, pepatah itu
memang tepat diterapkan dalam kehidupan. Kita sering terobsesi sebuah angan.
Kita menamakan angan itu sebagai cita-cita. Ya, cita-cita!
Setiap orang pasti mempunyai cita-cita. Bahkan, saya dapat
mengatakan bahwa setiap orang wajib mempunyai cita-cita. Jika
dianalogikan, cita-cita itu dapat diibaratkan sebagai kompas. Tanpa kompas, kita akan bingung dan
dibingungkan. Kompas adalah pengarah menuju tujuan. Jadi, cita-cita merupakan
tujuan akhir kehidupan kita.
Lalu, kita pun membedakan cita-cita berdasarkan waktu
ketercapaian. Ada target jangka pendek, menengah, dan panjang. Pembedaan itu
semata bertujuan agar kita mudah mengelola waktu, pikiran, dan dana. Dengan
manajemen yang baik, akhirnya semua cita-cita itu tercapai.
Begitu cita-cita itu tercapai, muncullan rasa puas. Kita begitu
bangga dan berbangga hati dan diri. Kita begitu bangga untuk bercerita tentang
kesuksesan meraih cita-cita. Tentu itu bertujuan agar semua orang mengagumi
kita. “Wah, si Fuylan itu hebat ya. Sudah jadi orang sukses!” begitulah puji
setiap orang kepada kita.
Namun, kita harus mewaspadai keadaan itu. Sungguh kesuksesan
merupakan ujian terberat bagi kita. Kesuksesan justru menjadi penghambat kita
untuk meraih sukses berikutnya. Sungguh kesuksesan itu belum tercapai hingga
kehidupan ini usai.
Bagi seorang guru, kepala sekolah sering dianggap sebagai puncak
karier sebagai guru. Maka, mereka - para guru - berusaha agar menjadi kepala
sekolah. Para guru itu berusaha mengikuti seleksi calon kepala sekolah. Jika
sudah dinyatakan lolos, tunggulah panggilan dari pihak berwenang. Namun, jangan
berharap dipanggil jika Anda belum menyiapkan “sejumlah syarat” lainnya.
Namun, perhatikanlah para kepala sekolah di tempat Anda. Apa
kegiatan kesehariannya? Rerata kepala sekolah justru menurun integritas dan
kinerjanya. Maklum, mereka - kepala sekolah - sudah duduk di kursi empuk yang
melenakan dan mudah membuat ngantuk. Sangat jarang
ditemui kepala sekolah mampu memotivasi para guru agar berprestasi. Bahkan, itu
dapat dikatakan barang langka.
Tulisan ini terinspirasi oleh keluhan beberapa kepala sekolah di
daerah saya. Rerata pangkat dan golongan kepala sekolah adalah IVa dengan jabatan sebagai guru
pembina. Mereka merasa putus asa untuk menaikkan
pangkat-golongannya. Mengapa? Karena disyaratkan untuk menulis karya ilmiah
senilai 12 poin. Jika berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK), itu berarti
bahwa mereka harus menulis 3 PTK.(Lucunya,
saya sendiri masih IIId. Kok nggak malu bertanya kepada bawahan, ya?)
Seharusnya dengan jabatan itu, mereka dapat meningkatkan etos
kerja dan prestasinya. Apa lacur, mereka justru melempem alias tak bertenaga untuk menaikkan
pangkatnya. Bukankah mereka - kepala - sekolah - itu sudah tidak mengajar
anak-anak (siswa)? Bukankah pekerjaan mereka - kepala sekolah - itu hanya
menyuruh dan menyalahkan pekerjaan rekan-rekan guru? Dengan pekerjaan yang
begitu mudah, mereka mempunyai banyak dan teramat banyak waktu luang. Lalu,
untuk apa waktu luang sebanyak itu? Dasar kepala sekolah pemalas!
Dalam berbagai kesempatan, saya sering member tips kepada mereka
(kepala sekolah itu). “Pak, seharusnya waktu luang Bapak itu dapat digunakan
untuk menulis dan menulis. Awalilah sehari satu halaman. Jika Bapak konsisten,
sebulan Bapak sudah menghasilkan sebuah PTK. Dalam waktu 3 bulan, Bapak sudah
mempunyai 3 PTK. Dan itu cukup untuk memenuhi syarat ke IVb” ujarku kepada
mereka.
Mendengar tuturan sederhana itu, mereka pun menjawab, “Oalah, Pak..Pak. Gimana mau nulis kalau setiap hari harus
rapat?” O, jadi kepala sekolah itu
tukang rapat, ya. Pantas saja uang
sekolah habis. Lha digunakan untuk rapat melulu. Kapan
kerjanya?
Itulah mereka. Jika jabatan menjadi ambisi, begitulah jadinya.
Maka, pangkat dan jabatan sebaiknya jangan dicari. Pangkat dan jabatan itu
adalah sebuah amanah. Jika kita dipercaya, tentu Tuhan akan memberi jabatan itu
kepada kita. Ingatlah, jabatan itu sering membuai idealisme kita untuk bertukar
dengan jabatan lain. Jadi, alangkah baiknya jika kita bersungguh-sungguh meraih
cita-cita itu. Namun, hendaknya raihan cita-cita itu tidak membuat kita lalu
terlena. Gantungkanlah cita-citamu setinggi
langit. Jika Anda terjatuh, setidak-tidaknya Anda jatuh di atap rumah! Selamat siang menjelang petang. Semoga
bermanfaat. Amin!
hehe sebenarnya saya untuk postingan kali ini copas :D
soalnya cita" saya juga belum tercapai
jadi kita belajar bareng" aja :D
semoga postingan ini bisa mengantarkan kita ke cita" kita
Comments
Post a Comment